Kamis, 12 Desember 2013

Konsep Flow dan Konjungtur





Dampak  Krisis Finansial Amerika terhadap  Krisis Financial Indonesia Sebagai Akibat Konjungtur Perekonomian Global



Isu resesi belakangan ini banyak menjadi wacana masyarakat internasional, semenjak merebaknya berita perlambatan ekonomi di Amerika Serikat. Melambatnya ekonomi Amerika Serikat pada akhir tahun 2007 yang lalu mendorong spekulasi bahwa Amerika Serikat berada di ambang resesi, terutama dampak krisis kredit yang telah meluas dari sektor perumahan (saat ini berada dalam kondisi resesi) ke sektor manufaktur dan mengarah ke sektor tenaga kerja. Menghadapi situasi global yang sering tidak menentu, terutama sejak dua tahun terakhir ini, tampaknya pemerintah Indonesia telah melakukan persiapan untuk mengantisipasi. Sehingga dampaknya tidak begitu terasa bagi Indonesia. Pemerintah Indonesia telah berusaha meletakkan fondasi ekonomi dengan cara meningkatkan investasi secara integral.
Tulisan ini berusaha mendeskripsikan secara sederhana gejolak global yang saat ini sedang marak dan menjadi sorotan publik maupun pergunjingan para analis ekonomi seluruh  dunia. Dalam tulisan ini dipaparkan secara sederhana tentang gejolak ekonomi dunia, krisis ekonomi Amerika Serikat, sikap negara-negara maju, dan prospek perekonomian Indonesia sebagai konjungtur perekonomian global.

 Gejolak Ekonomi Dunia
Dalam dinamika ekonomi semua negara di dunia yang saat ini makin mengglobal, tampak kecenderungan universal, manakala terjadi gejolak di sebuah kawasan suatu negara (seperti di Amerika Serikat), akan menimbulkan dampak kehidupan tata perekonomian nasional negara-negara lain di dunia. Pergeseran nilai-nilai ekonomi dunia yang mengancam ke arah resesi diperkirakan akan mempengaruhi kondisi perekonomian nasional pada semua negara di dunia yang melakukan perdagangan internasional. lnilah resesi yang belakangan ini menjadi wacana masyarakat internasional, semenjak merebaknya isu perlambatan ekonomi Amerika Serikat (Budi Sudjijono:1). Pengertian resesi dalam ekonomi konjungtur adalah : "Penurunan aktivitas ekonomi yang terjadi di atas pertumbuhan yang normal" (Alvin H. Hansen. 1951:8). Dari aspek ekonomi makro resesi mengandung pengertian: suatu periode di mana produk domestik brutto (GDP) menurun pada saat pertumbuhan ekonomi real bernilai negatif.
Berikut beberapa penyebab gejolak ekonomi Dunia:

a.    Kenaikan Harga komoditas
Kenaikan harga komoditi merupakan salah satu pertanda akan adanya resesi dunia yang sulit dikendalikan. Kenaikan harga-harga bahan pangan, hasil tambang, hasil perkebunan, menggejala dua tahun terakhir terakumulasi menjadi kegagalan pasar (market failure) dan ketidak berdayaan pemerintah (government failure). Resesi dapat menyebabkan penurunan secara simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti: lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan. Resesisering pula dikaitkan dengan turunnya harga-harga atau sebaliknya meningkatnya hargaharga secara mencolok/tajam.
  
b.   Pembangunan dan Pertumbuhan
Pembangunan ekonomi adalah proses kenaikan pendapatan real nasional pada suatu perekonomian/negara yang diikuti dengan perubahan struktur ekonomi dan terjadi dalam periode panjang (G. M. Meier &. R.E Baldwin.1957:6). Sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu
perekonomian yang diwujudkan dalam kenaikan pendapatan nasional. Perbedaan antara keduanya yaitu; pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif (kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat out-put yang dihasilkan), sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif (tidak hanya
pertambahan out-put, tetapi juga diikuti dengan perubahan-perubahan struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor ekonomi) seperti teknik produksi, sumber ekonomi, pengetahuan dsb.

c.       Depresi
Gejala ekonomi dunia saat ini, sudah selayaknya untuk dikaji karena memiliki tanda-tanda yang mengarah pada derajat kepekaan depresi ekonomi seperti yang pernah terjadi pada 80 puluh tahun yang lalu. Misalnya saja harga minyak menanjak tajam, harga emas mencapai rekor tertinggi, melambungnya harga-harga komoditas, yang semua ini mendorong infJasi di negara-negara maju. Jika kita amati hingga sekarang memang belum mengarah sampai pada depresi dunia, baru sampai pada perlambatan ekonomi di Amerika Serikat

Krisis Ekonomi Amerika Serikat

Menurut Merrill Lynch dan Goldman Sachs, Amerika Serikat telah memasuki bahaya resesi. Hal ini disampaikan atas dasar: (1) keuangan yang tetap rapuh, (2) banyak pasar tetap lemah, (3) ketidakjelasan bank-bank besar terkena dampak krisis kredit, (4) tingginya harga minyak, dan (5) lemahnya daya beli konsumen. The Fed (The Federal Reserve) telah dengan hati-hati dalam setiap pengambilan kebijakan
dengan prinsip menyelamatkan perekonomian. Terakumulasinya dana besar di sektor perumahan telah melahirkan stagnasi yang berakibat melambatnya pertumbuhan ekonomi Amerika serikat pada tahun 2007 yang diperkirakan tumbuh 2,3%, padahal tahun 2006 tumbuh 3,3%. Keadaan ini juga diikuti dengan memburuknya keadaan sosial dengan tingkat angka pengangguran sebesar 4,9%, sementara pada tahun 2006 3%. Inflasi pada tahun 2006 sebesar 2,1% dan tahun 2007 meningkat menjadi 4,3%.

Memburuknya kondisi ekonomi Amerika Serikat telah membuka tabir lemahnya keuangan Amerika Serikat dan terjadinya gejolak pasar uang yang meliputi: produksi asuransi, sekuritas, sistem perbankan, kartu kredit, kredit individu dan korporasi. Disamping dua hal tadi masih terdapat gejala-gejala lain yang disandang Amerika Serikat yang sedang dilanda krisis antara lain:
a. turunnya industri konstruksi, manufaktur, jasa dan pasar properti minus 24%
(tahun 2007), dan 4,6% (tahun 2009)
b. penurunan tingkat konsumsi tahun 200741,3% dan tahun 2009 36,9%
c. turunnya indeks kepercayaan konsumen (IKK) tahun 2007 90,6 tahun 2008 87,9
dan tahun 2009 turun drastis ke 26,0
d. jatuhnya harga saham/sekuritas dan melemahnya pasar barang dan jasa
e. meningkatnya inflasi (4,3%) dan pengangguran (5%) pada Januari 2008
f. pertumbuhan ekonomi menurun ke arah 1% bahkan mendekati minus
g. modal perbankan terus tertekan, dan credit crunch (kredit tersumbat)
h. pasar properti turun minus 24,4% pada tahun 2008, dan tahun 2009 4,6%
i. lonjakan harga minyak (awal tahun 2008 US$110 per barel), dan IMF berusaha
merilis decoupling, namun yang terjadi recouping

Tindakan yag dilakukan oleh Amerika Serikat:
a. IMF berusaha merilis decoupling, agar keadaan krisis tidak menjalar ke seluruh dunia, dengan melakukan mitra kerja dengan negara-negara lain.
b. The Fed menurunkan suku bunga dari 4,25% menjadi 3,5% (12 Januari 2008), dan 3% (akhir Januari 2008), kemudian 2,5%, bahkan di kuartal I tahun 2009 mengarah pada 0% (Warta Ekonomi April 2009). Kebijakan ini bertujuan mendongkrak harga sekuritas, dan jaminan rasa aman.
c. awal tahun 2008 pemerintah memberikan stimulus fiskal sebesar US$150 miliar (tax rebates) US$800 setiap rumah, dan pada bulan Februari 2009 direncakan stimulus fiskal sebesar US$787 miliar (peningkatan daya beli).
d. The Fed dan Pemerintah Amerika Serikat melakukan positioning yang tepat, dan berusaha mengembalikan kepercayaan pasar bisnis internasional.
e. Menteri Keuangan Henry Paulson, menganjurkan agar sepuluh bank besar di Amerika Serikat mencari suntikan dana segar yang berasal dari luar APBN. Kebijakan moneter dan fiskal yang dilakukan ini, baru mencapai pada tataran emergency menyelamatkan perekonomian.

Fenomena menakjubkan kebangkitan ekonomi Asia yang dipelopori oleh dua negara yaitu China dan India, diprediksikan akan mendorong pergeseran dominasi ekonomi negara-negara Barat dan Amerika Serikat. China, India dan Indonesia memiliki sumberdaya manusia terbesar dan potensi pasar terbesar. China dan India telah berkembang menjadi negara maju yang cukup disegani oleh internasional, tetapi Indonesia masih bertahan dengan ekonomi yang tertinggal. China dan India dengan penduduk yang miliaran jiwa telah mampu melepaskan ratusan juta jiwa dari garis kemiskinan dalam beberapa dekade terakhir ini, dan apa yang dicapai kedua negara tersebut sungguh luar biasa. Kendati ekspor Asia termasuk Indonesia telah terdiversifikasi dan tidak tergantung pada negara maju G-3 (Amerika, Eropa, Jepang), namun porsi terbesar ekspor Asia (63%) masih tertuju kepada Amerika Serikat, inilah yang menyebabkan decoupling tidak terjadi. Dan dampak yang dirasakan oleh Indonesia merupakan Effect Mutiplier.

Secara makro Indonesia cukup tegar dalam menghadapi dampak krisis finansial dari Amerika Serikat. Hal ini terbukti oleh naiknya pasar bursa saham  (10%), investasi modal baik dari US $14,4 miliar (2007) menjadi US $16,59 miliar (2008). Investasi pertanian naik 56,15% (PMA) dan 48,67% (PMON). POB pertanian naik dari 3% (2007) menjadi 4,3% (2008), kredit naik 22%, sektor finansial terjadi surplus likuiditas, dan pertumbuhan ekonomi sekitar 6%. Namun ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian yaitu BI rate tinggi akan menekan sektor riil, naiknya harga minyak dunia akan menekan APBN, dan meningkatnya pengangguran dari 7% (2007) menjadi 8% (2008).


 Kesimpulan

Dampak krisis financial Amerika Serikat yang dirasakan oleh Indonesia berupa Multiplier Effect adalah bukti dari gejolak perekonomian global atau peristiwa konjungtur perekonomian Global. Dalam Dimana flow perekonomian dunia  bisa mengakibatkan konjungtur perekonomian yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal perekonomian itu sendiri.

Referensi

Bahrawi Sanusi. 2000. Sistem Ekonomi, Suatu pengantar. Lembaga Penerbitan
Fakultas Ekonomi UI. Jakarta.                                    

Bambang Tri Cahyono. 1998. Pemasaran Strategilv Program Magister Manajemen.
STIE-IPWI, Jakarta.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar