Dampak Krisis Finansial Amerika terhadap Krisis Financial Indonesia Sebagai Akibat
Konjungtur Perekonomian Global
Isu resesi belakangan ini banyak
menjadi wacana masyarakat internasional, semenjak merebaknya berita perlambatan
ekonomi di Amerika Serikat. Melambatnya ekonomi Amerika Serikat pada akhir
tahun 2007 yang lalu mendorong spekulasi bahwa Amerika Serikat berada di ambang
resesi, terutama dampak krisis kredit yang telah meluas dari sektor perumahan
(saat ini berada dalam kondisi resesi) ke sektor manufaktur dan mengarah ke
sektor tenaga kerja. Menghadapi situasi global yang sering tidak menentu,
terutama sejak dua tahun terakhir ini, tampaknya pemerintah Indonesia telah
melakukan persiapan untuk mengantisipasi. Sehingga dampaknya tidak begitu
terasa bagi Indonesia. Pemerintah Indonesia telah berusaha meletakkan fondasi
ekonomi dengan cara meningkatkan investasi secara integral.
Tulisan ini berusaha
mendeskripsikan secara sederhana gejolak global yang saat ini sedang marak dan
menjadi sorotan publik maupun pergunjingan para analis ekonomi seluruh dunia. Dalam tulisan ini dipaparkan secara
sederhana tentang gejolak ekonomi dunia, krisis ekonomi Amerika Serikat, sikap
negara-negara maju, dan prospek perekonomian Indonesia sebagai konjungtur
perekonomian global.
Gejolak Ekonomi Dunia
Dalam dinamika ekonomi semua
negara di dunia yang saat ini makin mengglobal, tampak kecenderungan universal,
manakala terjadi gejolak di sebuah kawasan suatu negara (seperti di Amerika Serikat),
akan menimbulkan dampak kehidupan tata perekonomian nasional negara-negara lain
di dunia. Pergeseran nilai-nilai ekonomi dunia yang mengancam ke arah resesi
diperkirakan akan mempengaruhi kondisi perekonomian nasional pada semua negara
di dunia yang melakukan perdagangan internasional. lnilah resesi yang
belakangan ini menjadi wacana masyarakat internasional, semenjak merebaknya isu
perlambatan ekonomi Amerika Serikat (Budi Sudjijono:1). Pengertian resesi dalam
ekonomi konjungtur adalah : "Penurunan aktivitas ekonomi yang terjadi di
atas pertumbuhan yang normal" (Alvin H. Hansen. 1951:8). Dari aspek
ekonomi makro resesi mengandung pengertian: suatu periode di mana produk
domestik brutto (GDP) menurun pada saat pertumbuhan ekonomi real bernilai negatif.
Berikut
beberapa penyebab gejolak ekonomi Dunia:
a.
Kenaikan
Harga komoditas
Kenaikan harga komoditi merupakan salah satu
pertanda akan adanya resesi dunia yang sulit dikendalikan. Kenaikan harga-harga
bahan pangan, hasil tambang, hasil perkebunan, menggejala dua tahun terakhir
terakumulasi menjadi kegagalan pasar (market failure) dan ketidak berdayaan
pemerintah (government failure). Resesi dapat menyebabkan penurunan secara
simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti: lapangan kerja, investasi, dan
keuntungan perusahaan. Resesisering pula dikaitkan dengan turunnya harga-harga
atau sebaliknya meningkatnya hargaharga secara mencolok/tajam.
b.
Pembangunan
dan Pertumbuhan
Pembangunan ekonomi adalah proses kenaikan
pendapatan real nasional pada suatu perekonomian/negara yang diikuti dengan
perubahan struktur ekonomi dan terjadi dalam periode panjang (G. M. Meier
&. R.E Baldwin.1957:6). Sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah proses
kenaikan kapasitas produksi suatu
perekonomian yang diwujudkan dalam kenaikan
pendapatan nasional. Perbedaan antara keduanya yaitu; pertumbuhan ekonomi
keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif (kenaikan dalam standar pendapatan
dan tingkat out-put yang dihasilkan), sedangkan pembangunan ekonomi lebih
bersifat kualitatif (tidak hanya
pertambahan out-put, tetapi juga diikuti dengan
perubahan-perubahan struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor
ekonomi) seperti teknik produksi, sumber ekonomi, pengetahuan dsb.
c.
Depresi
Gejala ekonomi dunia saat ini, sudah selayaknya untuk
dikaji karena memiliki tanda-tanda yang mengarah pada derajat kepekaan depresi
ekonomi seperti yang pernah terjadi pada 80 puluh tahun yang lalu. Misalnya
saja harga minyak menanjak tajam, harga emas mencapai rekor tertinggi, melambungnya
harga-harga komoditas, yang semua ini mendorong infJasi di negara-negara maju.
Jika kita amati hingga sekarang memang belum mengarah sampai pada depresi
dunia, baru sampai pada perlambatan ekonomi di Amerika Serikat
Krisis
Ekonomi Amerika Serikat
Menurut
Merrill Lynch dan Goldman Sachs, Amerika Serikat telah memasuki bahaya resesi.
Hal ini disampaikan atas dasar: (1) keuangan yang tetap rapuh, (2) banyak pasar
tetap lemah, (3) ketidakjelasan bank-bank besar terkena dampak krisis kredit,
(4) tingginya harga minyak, dan (5) lemahnya daya beli konsumen. The Fed (The
Federal Reserve) telah dengan hati-hati dalam setiap pengambilan kebijakan
dengan
prinsip menyelamatkan perekonomian. Terakumulasinya dana besar di sektor
perumahan telah melahirkan stagnasi yang berakibat melambatnya pertumbuhan
ekonomi Amerika serikat pada tahun 2007 yang diperkirakan tumbuh 2,3%, padahal
tahun 2006 tumbuh 3,3%. Keadaan ini juga diikuti dengan memburuknya keadaan
sosial dengan tingkat angka pengangguran sebesar 4,9%, sementara pada tahun 2006
3%. Inflasi pada tahun 2006 sebesar 2,1% dan tahun 2007 meningkat menjadi 4,3%.
Memburuknya
kondisi ekonomi Amerika Serikat telah membuka tabir lemahnya keuangan Amerika Serikat
dan terjadinya gejolak pasar uang yang meliputi: produksi asuransi, sekuritas,
sistem perbankan, kartu kredit, kredit individu dan korporasi. Disamping dua
hal tadi masih terdapat gejala-gejala lain yang disandang Amerika Serikat yang
sedang dilanda krisis antara lain:
a. turunnya industri konstruksi,
manufaktur, jasa dan pasar properti minus 24%
(tahun 2007), dan 4,6% (tahun
2009)
b. penurunan tingkat konsumsi
tahun 200741,3% dan tahun 2009 36,9%
c. turunnya indeks kepercayaan
konsumen (IKK) tahun 2007 90,6 tahun 2008 87,9
dan tahun 2009 turun drastis ke
26,0
d. jatuhnya harga saham/sekuritas
dan melemahnya pasar barang dan jasa
e. meningkatnya inflasi (4,3%)
dan pengangguran (5%) pada Januari 2008
f. pertumbuhan ekonomi menurun ke
arah 1% bahkan mendekati minus
g. modal perbankan terus
tertekan, dan credit crunch (kredit tersumbat)
h. pasar properti turun minus
24,4% pada tahun 2008, dan tahun 2009 4,6%
i. lonjakan harga minyak (awal
tahun 2008 US$110 per barel), dan IMF berusaha
merilis decoupling, namun yang
terjadi recouping
Tindakan yag dilakukan oleh
Amerika Serikat:
a. IMF berusaha merilis
decoupling, agar keadaan krisis tidak menjalar ke seluruh dunia, dengan
melakukan mitra kerja dengan negara-negara lain.
b. The Fed menurunkan suku bunga
dari 4,25% menjadi 3,5% (12 Januari 2008), dan 3% (akhir Januari 2008), kemudian
2,5%, bahkan di kuartal I tahun 2009 mengarah pada 0% (Warta Ekonomi April
2009). Kebijakan ini bertujuan mendongkrak harga sekuritas, dan jaminan rasa
aman.
c. awal tahun 2008 pemerintah
memberikan stimulus fiskal sebesar US$150 miliar (tax rebates) US$800 setiap
rumah, dan pada bulan Februari 2009 direncakan stimulus fiskal sebesar US$787
miliar (peningkatan daya beli).
d. The Fed dan Pemerintah Amerika
Serikat melakukan positioning yang tepat, dan berusaha mengembalikan
kepercayaan pasar bisnis internasional.
e. Menteri Keuangan Henry
Paulson, menganjurkan agar sepuluh bank besar di Amerika Serikat mencari suntikan
dana segar yang berasal dari luar APBN. Kebijakan moneter dan fiskal yang
dilakukan ini, baru mencapai pada tataran emergency menyelamatkan perekonomian.
Fenomena
menakjubkan kebangkitan ekonomi Asia yang dipelopori oleh dua negara yaitu
China dan India, diprediksikan akan mendorong pergeseran dominasi ekonomi
negara-negara Barat dan Amerika Serikat. China, India dan Indonesia memiliki
sumberdaya manusia terbesar dan potensi pasar terbesar. China dan India telah
berkembang menjadi negara maju yang cukup disegani oleh internasional, tetapi
Indonesia masih bertahan dengan ekonomi yang tertinggal. China dan India dengan
penduduk yang miliaran jiwa telah mampu melepaskan ratusan juta jiwa dari garis
kemiskinan dalam beberapa dekade terakhir ini, dan apa yang dicapai kedua negara
tersebut sungguh luar biasa. Kendati ekspor Asia termasuk Indonesia telah terdiversifikasi
dan tidak tergantung pada negara maju G-3 (Amerika, Eropa, Jepang), namun porsi
terbesar ekspor Asia (63%) masih tertuju kepada Amerika Serikat, inilah yang
menyebabkan decoupling tidak terjadi. Dan dampak yang dirasakan oleh Indonesia
merupakan Effect Mutiplier.
Secara
makro Indonesia cukup tegar dalam menghadapi dampak krisis finansial dari
Amerika Serikat. Hal ini terbukti oleh naiknya pasar bursa saham (10%), investasi modal baik dari US $14,4
miliar (2007) menjadi US $16,59 miliar (2008). Investasi pertanian naik 56,15%
(PMA) dan 48,67% (PMON). POB pertanian naik dari 3% (2007) menjadi 4,3% (2008),
kredit naik 22%, sektor finansial terjadi surplus likuiditas, dan pertumbuhan
ekonomi sekitar 6%. Namun ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian
yaitu BI rate tinggi akan menekan sektor riil, naiknya harga minyak dunia akan
menekan APBN, dan meningkatnya pengangguran dari 7% (2007) menjadi 8% (2008).
Kesimpulan
Dampak
krisis financial Amerika Serikat yang dirasakan oleh Indonesia berupa
Multiplier Effect adalah bukti dari gejolak perekonomian global atau peristiwa
konjungtur perekonomian Global. Dalam Dimana flow perekonomian dunia bisa mengakibatkan konjungtur perekonomian
yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal perekonomian itu sendiri.
Referensi
Bahrawi
Sanusi. 2000. Sistem Ekonomi, Suatu pengantar. Lembaga Penerbitan
Fakultas
Ekonomi UI. Jakarta.
Bambang
Tri Cahyono. 1998. Pemasaran Strategilv Program Magister Manajemen.
STIE-IPWI,
Jakarta.
http://wahyupratomo.edublogs.org/files/2012/05/ANALISIS-PENDAPATAN-NASIONAL-EMPAT-SEKTOR-1hudets.ppt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar