Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Secara sederhana
dapat dikatakan bahwa bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan
fungsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank
yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan
fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta
dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya,
terutama kebijakan moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut
diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat serta
bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan.
Untuk dapat
menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup,
menjaga kualitas asetnya dengan baik, dikelola dengan baik dan dioperasikan
berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk
mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga
dapat memenuhi kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank harus
senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang
pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip
kehati-hatian di bidang perbankan.
Secara sederhana
dapat diringkas penilaian tingkat kesehatan bank atau Bank Rating adalah yaitu penilaian berdasarkan
pendekatan kualitatif maupun kuantitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh
terhadap kondisi dari perkembangan suatu bank, yaitu penilaian atas
faktor-faktor modal / permodalan, kualitas aktiva produktif,
manajemen, rentabilitas, dan lukuiditas dan beberapa faktor yang
mempengaruhi lainnya.
Menurut Susilo dkk
(2000 : 22-23), kesehatan suatu bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu
bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan maupun
untuk memenuhi semua kewajibannya dengan baik sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
v
Tata
Cara Penilaian Kesehatan Bank Berdasarkan CAMEL (Capital, Assets Quality,
Management, Earning dan Liquidity) (1999)
Penilaian
kesehatan bank berdasarkan CAMEL diatur dalam SK Direksi BI NO.26/23/KEP/DIR
tanggal 29 mei 1993 dengan ketentuan baru yang ditetapkan dalam SK Direksi BI
NO. 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997.
Kasmir
(2002), penilaian yang dilakukan oleh Bank Indonesia menurut metode CAMEL
meliputi beberapa aspek, yaitu:
1.
Permodalan (Capital)
Adalah permodalan yang ada didasarkan kepada
kewajiban Penyediaan Modal Minimum bank.
Penilaian tersebut berdasarkan CAR
(Capital Adequeency Ratio) yang telah ditetapkan oleh BI
CAR
ini merupakan cerminan dari seberapa besar jumlah aktiva yang memiliki resiko
yang dibiayai oleh modal selain dana bank.
2.
Kualitas Aset (Asset Quality)
Adalah
menilai jenis-jenis asset yang dimiliki oleh bank. Penilaian asset harus sesuai
dengan peraturan yang ditetapkan oleh PBI yang berlaku saat itu.
Berupa Rasio Aktiva Tetap Tehadap Modal (ATTM):
Semakin
tinggi rasio ini artinya modal yang dimiliki bank kuang mencukupi dalam
menunjang aktiva tetap dan inventaris sehingga kemungkinan suatu bank dalam
kondisi bermasalah akan semakin besar.
3.
Manajemen (Management)
Dalam
mengelola ban sehari-hari juga harus dinilai kualitas manajemennya. Kualitas
manajemen dapat dilihat dari kualitas manusianya dalam bekerja serta dari
pendidikan dn pengalaman karyawannya.
Semakin
kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan oleh
bank yang bersangkutan.
4.
Rentabilitas (Earning)
Merupakan
kemampuan bank dalam meningkatkan labanya, apakah setiap periode atau untuk
mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yag dicapai oleh bank yang
bersangkutan. Penilaian juga dilakukan dengan:
a. Rasio laba terhadap total asset (ROA)
Semakin
besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut
sehingga kemungkinan bak tersebut bermasalah semakin kecil.
b. Rasio On Equity (ROE)
Semakin
besar ROA, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank
tersebut.
c. Net Interest Margin (NIM)
Semakin
besar rasio ini maka menigkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang
dikelola.
d. Perbandingan Biaya operasi dengan pendapatan
operasi (BOPO)
Semakin
kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank
yang bersangkutan.
5.
Likuiditas (Liquidity)
Sebuah
bank dikatakan luquid apabila bank yang bersangkutan dapat membayar semua
hutang-hutangnya, terutama simpanan tabungan, beserta dana pihak ketiga lainnya
pada saat ditagih dan dapat pula memenuhi semua permohonan kredit yang layak
dibiayai.
Berupa Rasio Loan to Deposit Rasio (LDR)
Semakin
tinggi rasio ini, semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan
suatu bank.
Tabel
bobot CAMEL:
Sistem
penilai kesehatan bank dengan metode CAMEL hanya melihat dari aspek kuantitatif
perbankan saja, dengan menggunakan sistem scoring yang diperoleh dari
rumus-rumuas matematika untuk hasil yang dinilai berdasarkan parameter
masing-masing dengan skala 0-100. Dan dengan peringkat 1 – 5, dimana angka yang
paling kecil memiliki peringkat yang baik dari angka yang besar. Hasil akhir
dari penilaian kesehatan bank berdasarkan metode CAMEL menentukan klasifikasi
kesehatan Bank yaitu:
1. Sehat
2. Cukup sehat
Kategori Hasil Akhir Penilaian
3. Kurang sehat
4. Tidak sehat
Sehingga
dengan demikian dapat terlihat bahwa metode CAMEL memiliki kelemahan yaitu:
a. Misleading
Ukuran
tingkat kesehatan bank yang dikuantifikasikan dengan menggunakan metode CAMEL
cenderung memberikan gambaran yang keliru terhadap kondisi bank yang uth dan
sebenarnya, dan dapat diperburuk lagi bila data laporan bulanan bank yang benar
dan akurat tidak tersedia.
b.
Historical
Figure
Penilaian
tingkat kesehatan bank dengan menggunakan metode CAMEL lebih menggambarkan
suatu kondisi bank berdasarkan data histrorical pada posisi waktu tertentu dan
tidak mampu menggambarkan secara jelas risiko yang mungkin dihadapi oleh bank
diwaktu yang akan datang.
c.
Kelengkapan
Rasio Kualitatif
Rasio-rasio yang
digunakan dalam penilaian faktor CAMEL belum memadai bila dibandingkan dengan
rasio faktor CAMELS sehingga kurang menggambarkan kualitas dari faktor yang
dinilai.
v Tata
Cara Penilaian Kesehatan Bank Berdasarkan CAMELS/ Capital, Asset quality,
Management, Earnings, Liquidity, dan Sensivity to Market Risk (2004)
Penilaian
kesehatan bank dengan menggunakan kesehatan bank menggunakan metode CAMELS
diatur dalam PBI nomor 6/10/PBI/2004
tanggal 12 April 2004 serta ketentuan pelaksanaannya sesuai Surat Edaran Bank Indonesia
No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004.
Kriteria
Sensitivity to market merupakan aspek tambahan dari metode penilaian kesehatan
bank yang sebelumnya yaitu CAMEL. Penilaian CAMELS tidak hanya bersifat
kuantitatif saja, namun juga mempertimbangkan aspek kualitatif dalam
bentuk expert judgment- baik dari penilaian dari bank yang bersangkutan
maupuan dari pemeriksa di BI. Inilah perbedaan yang signifikan dari CAMELS
dibandingkan CAMEL.
Penyempurnaan
penilaian kesehatan bank dilatarbelakangi oleh Perubahan kompleksitas usaha dan
profil risiko, penerapan pengawasan secara konsolidasi, serta perubahan
pendekatan penilaian kondisi Bank yang diterapkan secara internasional
mempengaruhi pendekatan penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Secara substantif
memang ada beberapa perubahan faktor-faktor penilaian, namun dari sisi prinsip
dan proses perhitungan tingkat kesehatan, PBI nomor 13/1/PBI/2011 tersebut
tidak jauh berbeda dengan PBI Nomor 6/10/PBI/2004 . Mari kita lihat
sekilas perbandingan antara keduanya.
Berikut
gambarannya :
v Tata
Cara Penilaian Kesehatan Bank Berdasarkan RGEC/
Risk Profile, Good Corporate Governance, Earnings, and Capital
Penilaian kesehatan
bank berdasarkan metode RGEC diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI)
No.13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, yang
diterbitkan pada 5 Januari 2011 dan Surat Edaran Bank Indonesia SE bernomor 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011.
PBI yang baru RGEC ,
menggolongkan faktor penilaian menjadi hanya empat faktor yaitu:
1. Profil
resiko atau risk profile <R>,
mencakup 8 jenis resiko yaitun (a) risiko kredit, (b) risiko pasar, (c) risiko
likuiditas, (d) risiko operasional, (e) risiko hukum, (f) risiko stratejik, (g)
risiko kepatuhan, dan (h) risiko reputasi.
faktor kualitas asset
(A), likuiditas (L), dan sensitivitas terhadap resiko pasar (S) pada pada
Sistem CAMELS melebur ke dalam faktor profil resiko (R)
2. Good
Corporate Governance (GCG) <G>
Seolah-olah ada faktor
baru yaitu Good Corporate Governance (G) yang menggantikan
faktor Manajemen (M) pada sistem CAMELS
3. Rentabilitas
atau Earnings <E>
4. Permodalan
atau Capital.<C>
Jadi penentuan nilai
(1 sampai 5) untuk setiap komponen penilaian menggunakan matriks umum di atas.
Dengan kata lain, bank harus menganalisis dua aspek sebelumnya yaitu resiko
inheren dan kualitas manajemen resiko yang diimplementasikan bank untuk
setiap komponen penilaian. Hmm, agak lebih ribet dibandingkan sebelumnya yang
sudah disediakan kerangka penilaiannya, yakni tingal memilih nilai 1 sampai 5
sesuai dengan kisi-kisi yang sudah disediakan oleh BI.
Pola penilaian dengan
menggunakan matriks di atas diberlakukan untuk seluruh komponen penilaian. Pada
metode RGEC. matriks seperti itu masih digunakan untuk komponen GCG, Earning,
dan Capital. Penilaian profil resiko (risk profile) menggunakan matriks yang
relatif berbeda. Penilaian faktor Profil Risiko merupakan penilaian terhadap
Risiko inheren dan kualitas penerapan Manajemen Risiko dalam aktivitas
operasional Bank. Risiko yang wajib dinilai terdiri atas 8 (delapan) jenis
Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Operasional, Risiko
Likuiditas, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan Risiko
Reputasi. Tingkat risiko merupakan kesimpulan akhir atas risiko bank setelah
mempertimbangkan mitigasi yang dilakukan melalui penerapan manajemen risiko.
Perbedaan yang cukup
signifikan adalah dalam tata cara penilaian predikat 1 sampai 5. Pada penilaian
versi CAMELS, BI telah menyediakan kerangka kerja atau lembar kerja yang
menjelaskan bagaimana menghitung dan menilai setiap indikator penilaian.
Panduan tersebut disajikan dalam bentuk matriks, seperti contoh “kisi-kisi”
penilaian untuk 4 komponen rentabilitas (earning).
Kesimpulan:
Berdasarkan tulisan
diatas dapat disimpulkan bahwa sudut pandang dalam melakukan penilaian berubah
seiring dengan berkembangnya kompleksitas dalam dunia perbankan itu sendiri.
Mulai sistem penilaian perbankan dengan menggunakan CAMEL (1997) hanya dengan penilaian
kuantitatif semata, kemudian berkembang dengan menggunakan metode CAMELS (
2004) adanya penambambahan sudut pandang yang lebih luas, hingga metode RGEC
(2011) yang diyakini mampu memberikan sudut pandang yang lebih objektif yaitu
tidak hanya penilaian kuantitatif tetapi juga kualitatif yang dianggap mampu
menjadi solusi penilaian perbankan terkini.
Referensi:
Hermana,
Budi, E.S Margianti. 2011. Manajemen Dana Bank. Jakarta: Gunadarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar