Senin, 14 Oktober 2013

Seandainya Saya Jadi Mentri Koperasi

Seandainya Saya Jadi Mentri Koperasi

‘Gapailah cita-cita mu setinggi langit’, ya itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan semangat juang dalam mencapai impian. Kalimat itu seolah memanggil kekuatan diri untuk terus mengejar impian hidup yang telah kita targetkan dalam hidup ini. Meskipun awalnya tampak seperti tak mungkin atau bahkan mustahil, namun jika memang berkomitmen atau seungguh-sungguh tentunya dengan iringan do’a maka impian itupun tak menjadi mustahil untuk dicapai. Sebelum menggoreskan apa yang kita impikan, banyak hal pun yang harus dipersiapkan. Mulai dari kesungguhan hati, kemampuan, emosional, spiritual hingga ke hal-hal kecilpun perlu dipersiapkan. Setelah persiapan yang matang, maka tindakan dalam meraih impian tersebut pun harus dijalankan dengan baik dan kontiniu.
Sekian banyak umat di dunia ini, tentu banyak pula impian yang ingin mereka capai. Setiap orang di dunia akan memasang target dalam hidup mereka. Jumlah populasi yang terus meningkat diiringi dengan peningkatan kualitas, maka suasana dalam pencapaian pun semakin kompetitif. Persaingan yang semakin kompetitif, tak hanya persiapan yang matang yang diperlukan, tetapi banyak hal lagi yang harus dipersiapkan, seperti harus memiliki strategi, skill, dan kemampuan yang lebih dalam menghadapi keketatan persaingan yang ada saat ini. Kondisi yang seperti ini memaksa untuk tidak lengah, dan terus berusaha semaksimal mungkin. Tentunya hal seperti itu tidak perlu ditakutkan, asalkan diri kita masing-masing tetap konsentrasi dengan tujuan dan mempersiapkan diri sebaik mungkin.

Menduduki posisi yang setara dengan kementrian merupakan impian banyak orang. Apalagi menjadi seorang yang mengepalai kementrian tersebut. Saya adalah satu diantara banyak orang tersebut yang mengimpikan menjadi seorang mentri di Indonesia ini. Dari sekian banyak jajaran kementrian yang ada di Indonesia, impian saya adalah menjadi seorang mentri Koperasi dan Usaha Kesejahteraan Masyarakat atau yang lebih disingkat dengan mentri Koperasi dan UKM Indonesia. Saya merasa kalau seorang mentri yang menangani koperasi itu lebih dekat dengan kehidupan masyarakat yang bersahaja, dalam arti masyarakat ekonomi musyawarah dan gotong royong. Seperti yang dikatakan bapak koperasi Indonesia, Muh.Hatta tentang prinsip koperasi yaitu ‘ekonomi gotong-royong dan bagi hasil’, mempunyai system yang sederhana tapi memiliki makna keadilan dan kebersamaan dalam membangun ekonomi.
Seperti seorang pengemudi, harus mengenali apa yang dikemudinya, bagaimana cara mengemudinya, dan daerah disekelilingnya agar dia tak canggung untuk mengemudinya. Kondisi seperti itu layak diaplikasikan untuk mendekatkan saya ke mimpi saya. Saya harus benar-benar jelas apa yang akan saya gapai, dan bagaimana caranya, hingga kondisi disekitar hidup saya untuk mendukung cita-cita tersebut. Ketika saya sudah jelas dan paham, maka akan memberikan kekuatan, keakuratan, dan kekonsistenan dalam hal pencapaian ini. Bukan hal yang mudah untuk menjadi seorang mentri Koperasi dan UKM. Tak seperti mengusap lampu aladin, yang sekejap dapat meminta keinginan, tapi butuh proses.
Sekedar menyegarkan ingatan kita, defenisi koperasi adalah organisasi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama,  Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Di Indonesia sendiri ada UU yang mengatur tentang koperasi yaitu UU no. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Berdasarkan UU perkoperasian ini, prinsip koperasi: Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, Pengelolaan dilakukan secara demokrasi, Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota, Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, Kemandirian, Pendidikan perkoperasian,Kerjasama antar koperasi. Dengan keunggulan diantaranya, Kemungkinan koperasi untuk memperoleh keunggulan komparatif dari perusahaan lain cukup besar mengingat koperasi mempunyai potensi kelebihan antara lain pada skala ekonomi, aktivitas yang nyata, faktor-faktor precuniary, dan lain-lain.
Sejarah koperasi di Indonesia bermula pada abad ke-20 yang pada umumnya merupakan hasil dari usaha yang tidak spontan dan tidak dilakukan oleh orang-orang yang sangat kaya. Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme semakin memuncak. Beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara spontan mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya. Pada tahun 1896 seorang Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai negeri (priyayi). Ia terdorong oleh keinginannya untuk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Maksud Patih tersebut untuk mendirikan koperasi kredit model seperti di Jerman. Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode, seorang asisten residen Belanda. De Wolffvan Westerrode sewaktu cuti berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian. Selain pegawai negeri juga para petani perlu dibantu karena mereka makin menderita karena tekanan para pengijon. Ia juga menganjurkan mengubah Bank tersebut menjadi koperasi. Di samping itu ia pun mendirikan lumbung-lumbung desa yang menganjurkan para petani menyimpan pada pada musim panen dan memberikan pertolongan pinjaman padi pada musim paceklik. Ia pun berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu menjadi Koperasi Kredit Padi. Tetapi Pemerintah Belanda pada waktu itu berpendirian lain. Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan Lumbung Desa tidak dijadikan Koperasi tetapi Pemerintah Belanda membentuk lumbung-lumbung desa baru, bank –bank Desa , rumah gadai dan Centrale Kas yang kemudian menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI). Semua itu adalah badan usaha Pemerntah dan dipimpin oleh orang-orang Pemerintah.
Mengantisipasi perkembangan koperasi yang sudah mulai memasyarakat, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan perundangan tentang perkoperasian. Pertama, diterbitkan Peraturan Perkumpulan Koperasi No. 43, Tahun 1915, lalu pada tahun 1927 dikeluarkan pula Peraturan No. 91, Tahun 1927, yang mengatur Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi bagi golongan Bumiputra. Pada tahun 1933, Pemerintah Hindia-Belanda menetapkan Peraturan Umum Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi No. 21, Tahun 1933. Peraturan tahun 1933 itu, hanya diberlakukan bagi golongan yang tunduk kepada tatanan hukum Barat, sedangkan Peraturan tahun 1927, berlaku bagi golongan Bumiputra. Diskriminasi pun diberlakukan pada tataran kehidupan berkoperasi. Pada tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening op de Cooperatieve Vereeniging, dan pada tahun 1927 RIC.
Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi. Namun, pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat Jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia. Sekaligus membentuk Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) yang berkedudukan di Tasikmalaya (Bandung sebagai ibukota provinsi sedang diduduki oleh tentara Belanda) .
Kita lihat begitu panjang sejarah tentang koperasi di Indonesia, sejarah panjang yang mengiri langkah koperasi untuk terus berkembang ditengah masyarakat. Sejarah panjang itu semakin memberikan kekuatan kepada saya untuk menjadi mentri koperasi. Koperasi pada zaman penjajahan terbukti mampu membangkitkan perekonomian rakyat, namun akibat monopoli penjajah koperasi pun jatuh bangkit. Seharusnya koperasi harus jauh berkembang, daripada kondisi koperasi Indonesia saat ini, agar koperasi menunjukkan kemampuannya yang lebih dalam menopang perekonomian rakyat Indonesia saat ini. Kemampuannya harus terus digali dan dikembangkan lagi secara maksimal.
Andai kata saya telah menjadi mentri koperasi, maka saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk membangkitkan lebih lagi koperasi di negeri ini. Sangat banyak pr yang saya dapati sebagai mentri koperasi Indonesia. Mulai dari skala yang kecil hingga ke skala yang besar. Dan bagaimana mengkoordinir jajaran anggota di kementrian saya, agar proses transformasi program benar-benar dijalankan hingga ke unit-unit koperasi yang paling kecil. Serta system pengawasan birokrasi yang ketat dan sehat.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005, Kementerian Negara Koperasi dan UKM memiliki kewenangan untuk melaksanakan kegiatan bersifat teknis yang berskala nasional. Sesuai dengan peraturan presiden tersebut, maka kinerja yang secara nasional dituntut untuk mampu menjawab dan meneruskan koperasi yang harus mampu untuk terus berkembang. Meskipun secara teknis mentri UKM tidak lagi memliki wewenang, tapi bagaimana saya sebagai sebagai mentri koperasi mampu maksimal dengan kewenangan yang ada yaitu menjalankan perumusan dan penetapan kebijakan serta melakukan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan saja. Melihat banyak persoalan yang terjadi di koperasi, maka saya harus memahaminya dan menjalankan dalam bentuk program atau kebijakan untuk solusi dari masalah yang ada dalam koperasi.
Salah satu contoh permasalahan yang sedang dihadapi koperasi Indonesia saat ini adalah kurangnya target nominal kredit usaha rakyat (KUR) yang diberikan oleh kementrian UKM terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kurangnya supplay dana ini, menyebabkan koperasi sulit menjalankan usahanya apalagi untuk mengembangkan sayap di dunia perekonomian Indonesia. Seharusnya permasalahan ini harus mendapat respon cepat dari mentri koperasi dan jajarannya yang bertanggung jawab dalam masalah ini. Sebagai mentri koperasi tindakan yang saya ambil, saya harus mendapatkan dana bantuan atau dana talangan untuk menyuplai dana ke koperasi agar tidak kekurangan dana yang bisa mematikan usaha koperasi. Permasalahan ini adalah permasalahan yang mendesak, sehingga perlu memutar otak untuk mencari dana yang harus dipenuhi. Kebijakannya juga dapat berupa, mendesak pemerintah segera menurunkan dana, meloby pihak yang dapat meminjamkan uang, atau jauh hari telah menyiapkan dana simpanan. Hal ini dilakukan untuk menjaga stabilitas koperasi di Indonesia.
Hal diatas merupakan bagian kecil yang dihadapi koperasi Indonesia. Belum lagi permasalahan lainnya yang masih dalam tahap penyelesaiaan ataupun belum terjamah sama sekali, seperti pajak retribusi yang dibebankan kepada ukm, padahal dalam uu perkoperasian hal itu dibebaskan, sulitnya ukm mendapatkan modal dari perbankan, masih belum meratanya koperasi di Indonesia, hingga masalah pengawan koperasi yang ada. Sebenarnya banyak hal yang dapat dilakukan oleh mentri koperasi dan ukm untuk menangani permasalahan ini. Tidak hanya menjalankan program yang ada tapi melakukan gebrakan baru dalam dunia perkoperasian Indonesia. Saya sebagai mentri koperasi dan ukm, langkahnya adalah menekannkan kepada pemerintah bahwa peran koperasi itu penting, agar pemerintah juga serius mensupport program yang diadakan oleh kementrian saya. Saya juga akan mempermudah akses koperasi untuk mendapatkan backing dalam operasinya, seperti bank sebagai penyalur dana, dan lembaga yang terkait untuk memuluskan jalannya koperasi. Serta melakukan pengawasan terhadap koperasi yang telah ada agar koperasi tersebut berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang koperasi.
Akhirnya diperlukan kepedulian dan komitmen dalam menjalankan tugas sebagai mentri koperasi. Tak hanya berhenti dan puas, saya sebagai mentri koperasi harus terus meningkatkan kinerja dan gebrakan baru di dunia koperasi pada era yang berteknologi tinggi ini. Sejatinya sebagai mentri koperasi saya memerankan jabatan yang memerlukan tanggung jawab tinggi dalam dunia koperasi Indonesia

Referensi:







Tidak ada komentar:

Posting Komentar